Arsip Materi

Radio Dakwah Online

Keutamaan Hari ‘Asyura

بسم الله الرحمن الرحيم

Penulis : Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.

Jama’ah Jum’at yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu dengan senantiasa bersemangat dalam mempelajari agama-Nya serta mengamalkannya. Karena dengan bertakwa kepada-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menambahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat serta memberikan kepada kita bimbingan dan petunjuk-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

واتقوا الله ويعلمكم الله والله بكل شيء عليم

“Dan bertakwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarkan kepada kalian ilmu dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 282)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Ketahuilah, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam banyak firman-Nya telah menceritakan kepada kita tentang kisah para nabi dan rasul-Nya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan kepada kita bahwa pada kisah-kisah tersebut mengandung pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang mau merenungkannya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
لقد كان في قصصهم عبرة لأولي الألباب ما كان حديثا يفترى ولكن تصديق الذي بين يديه وتفصيل كل شيء وهدى ورحمة لقوم يؤمنون

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu (yaitu para nabi) terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yusuf: 111)

Hadirin rahimakumullah, Di antara kisah penting yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan adalah kisah tentang Nabi-Nya, Musa ‘alaihissalam. Bahkan kisah ini Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan secara berulang-ulang dalam berbagai surat dalam Al-Qur`an. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kisah ini untuk diketahui dan dipelajari. Kisah ini menceritakan tentang binasanya seorang penguasa zhalim yang diberi gelar Fir’aun. Disebutkan dalam kisah tersebut, Fir’aun adalah penguasa yang berbuat semena-mena dan zhalim kepada sebagian penduduknya. Dia membagi penduduknya menjadi dua golongan untuk kemudian memperlakukannya dengan tidak adil. Dia muliakan golongan yang berasal dari bangsanya dengan diberi kebebasan untuk melakukan apa yang mereka suka. Dan dia hinakan golongan lainnya, yaitu yang berasal dari Bani Israil yang pada saat itu mereka adalah sebaik-baik manusia. Terlebih setelah sampai berita kepada Fir’aun akan datangnya seorang dari keturunan Bani Israil yang akan menjadi sebab runtuhnya kekuasaannya. Segeralah dia mengutus orang-orangnya untuk membunuh setiap bayi laki-laki dari Bani Israil yang dilahirkan pada masa itu.

Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya bergolong-golongan, menindas segolongan dari mereka (yaitu Bani Israil), menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuannya. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash: 4)

Ketika Musa ‘alaihissalam lahir pada waktu itu, ibunya pun mengkhawatirkan keselamatan putranya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki Musa ‘alaihissalam selamat dari kezhaliman Fir’aun dan bala tentaranya. Bahkan Musa ‘alaihissalam akhirnya hidup di tengah-tengah keluarga Fir’aun. Makan dan minum serta berpakaian juga mengendarai kendaraan sebagaimana yang digunakan oleh keluarga Fir’aun. Begitulah kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga orang yang akan dijadikan sebagai sebab runtuhnya kekuasaan Fir’aun, justru hidup dan besar di lingkungan keluarganya. Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,esungguhnya pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada wali-wali-Nya dari kalangan orang-orang yang beriman adalah pertolongan yang akan datang pada setiap masa dan setiap tempat di manapun mereka berada. Dengan pertolongan tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala tampakkan kebenaran dan Allah Subhanahu wa Ta’ala hinakan kebatilan. Disebutkan dalam kisah tersebut, bahwa kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Musa ‘alaihissalam sebagai rasul-Nya. Namun ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Musa ‘alaihissalam untuk mendakwahi Fir’aun dan pengikutnya serta memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, Fir’aun pun menolaknya bahkan dengan sombongnya mengatakan: “Akulah tuhan kalian yang maha tinggi.” Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dialog antara Musa ‘alaihissalam dengan Fir’aun dalam firman-Nya:

Fir’aun bertanya: “Siapa Rabb semesta alam itu?” Musa menjawab: “Rabb Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Rabbmu), jika kamu sekalian (orang-orang yang) memercayai-Nya.” Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya (dengan nada mengejek): “Apakah kalian tidak mendengarkan?” Musa berkata (pula): “(Dia adalah) Rabb kalian dan Rabb nenek-nenek moyang kalian yang dahulu.” Fir’aun berkata: “Sesungguhnya Rasul kalian yang diutus kepada kalian benar-benar orang gila.” Musa berkata: “Rabb yang menguasai timur dan barat serta apa yang ada di antara keduanya, (itulah Rabb kalian) jika kalian mempergunakan akal.” Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyembah Ilah selainku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.” (Asy-Syu’ara: 23-29)

Hadirin yang mudah-mudahan dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Di dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala tampakkan kebenaran yang dibawa oleh utusan-Nya dengan hujjah dan keterangan yang sangat jelas. Adapun Fir’aun, tidaklah keluar dari mulutnya kecuali kata-kata ejekan dan ancaman serta tuduhan yang tidak berlandaskan bukti. Sehingga ketika Fir’aun mengatakan kepada pengikutnya dengan menuduh Musa ‘alaihissalam sebagai orang yang gila, Allah Subhanahu wa Ta’ala tampakkan bahwa Fir’aun dan para pengikutnyalah yang sesungguhnya adalah orang-orang yang tidak berakal. Karena mereka mengingkari sesuatu yang sangat jelas kebenarannya yang mereka tidak bisa membantahnya. Demikianlah pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang-orang yang bertakwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepada mereka ilmu sehingga bisa mengungkap kebatilan serta mematahkan tuduhan yang dilontarkan tanpa bukti sehingga tampaklah siapa yang di atas kebenaran dan siapa yang mengikuti hawa nafsu.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Disebutkan pula dalam kisah tersebut, bahwa ketika Fir’aun tetap di atas kekafiran dan kesesatannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan Musa ‘alaihissalam untuk meninggalkan negeri tersebut. Namun ketika Fir’aun mengetahui hal itu, dia memerintahkan pasukannya untuk mengejar Musa ‘alaihissalam dan pengikutnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: ‘Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.’ Musa menjawab: ‘Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.’ Lalu Kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.’ Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain (yaitu Fir’aun dan kaumnya). Dan Kami selamatkan Musa dan seluruh orang-orang yang besertanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu (Fir’aun dan bala tentaranya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar namun kebanyakan mereka tidaklah beriman.” (Asy-Syu’ara`: 60-67)

Hadirin rahimakumullah,

Di dalam sebagian kisah Nabi Musa ‘alaihissalam dan Fir’aun tersebut, kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran. Di antaranya adalah:

  1. Bahwa orang-orang yang beriman akan diuji dengan musuh-musuhnya dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang kafir. Hal itu untuk menampakkan siapa yang benar-benar kokoh imannya serta siapa yang lemah imannya atau bahkan menyembunyikan kekafiran di dalam hatinya.
  2. Bahwa kebatilan meskipun didukung kekuatan sebesar apapun, tidak akan bisa mengalahkan kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti akan menampakkan kebenaran dan akan menghancurkan kebatilan. Maka orang-orang yang mengetahui dirinya di atas kebenaran harus yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjaga serta memenangkannya. Barangsiapa sabar dan kokoh di atas agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya akan mendapat pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  3. Bahwa kemenangan akan datang bersama kesabaran dan bahwa bersama kesulitan akan datang jalan keluar.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kepada kita taufiq dan hidayah-Nya untuk senantiasa mempelajari firman-firman-Nya. Sehingga kita bisa memahami dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya yang kita baca. َارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ حَقًّا وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ صِدْقًا إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ للهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ وَأَشْكُرُهُ عَلَى تَوْفِقِهِ وَامْتِنَانِهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa mengambil pelajaran dari kemenangan-kemenangan yang diraih oleh wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antaranya adalah kemenangan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepada Nabi-Nya yaitu Musa ‘alaihissalam.

Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah,

Perlu diketahui, bahwa kisah diselamatkannya Musa ‘alaihissalam bersama pengikutnya serta ditenggelamkannya Fir’aun dan bala tentaranya, terjadi pada hari yang kesepuluh dari bulan Muharram. Itulah hari yang kemudian dikenal dengan nama hari ‘Asyura. Hari tersebut merupakan hari yang diberi keutamaan dan dimuliakan sejak dahulu kala. Sehingga Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana hadits yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa shahabat ‘Abdullah ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

أَنََّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ فَوَجَدَ اليَهُوْدَ صِيَمًا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُوْمُوْنَهُ؟َ فَقَالُوْا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، أَنْجَى اللهُ فِيْهِ مُوْسَى وَقَوْمَهُ وغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوْسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

Bahwasanya ketika masuk kota Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka: “Ada apa dengan hari ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka mengatakan: “Ini adalah hari yang agung, hari yang Allah selamatkan Musa dan kaumnya padanya serta Allah tenggelamkan Fir’aun dan pasukannya. Maka berpuasalah Musa sebagai bentuk rasa syukur dan kamipun ikut berpuasa padanya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau demikian, kami lebih berhak dan lebih pantas terhadap Musa daripada kalian.” Maka berpuasalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari tersebut serta memerintahkan para shahabatnya untuk melakukan puasa pada hari itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dari hadits tersebut, kita dapatkan pelajaran bahwa para nabi adalah orang-orang yang menjadikan kemenangan sebagai sesuatu yang patut disyukuri, yaitu dengan menampakkan bahwa kemenangan datangnya adalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan manusia adalah makhluk yang lemah serta membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mendorong dirinya untuk beribadah dengan ikhlas kepada-Nya. Maka Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari tersebut. Begitu pula nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga tidak semestinya hari kemenangan itu justru dijadikan sebagai hari yang dirayakan untuk menampakkan kebanggaan atas kemampuan dan kekuatan bangsanya. Sehingga dirayakan dengan pesta-pesta dan foya-foya. Atau dengan mengadakan acara-acara hiburan serta petunjukan-pertunjukan yang sarat kemaksiatan. Namun semestinya hari tersebut mengingatkan akan kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mendorong untuk menjalankan dan menegakkan syariat-Nya.Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah,isebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa ‘Asyura, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْـمَاضِيَةَ

“Puasa tersebut menghapus dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)

Namun untuk menghindari keserupaan dengan ibadah orang-orang Yahudi dan Nashara, Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada umatnya untuk berpuasa pula pada hari sebelumnya. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata:

حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ والنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ. قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa pada hari tersebut, mereka (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, hari ini (‘Asyura) adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashara.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika aku menjumpai tahun yang akan datang, insya Allah aku akan berpuasa pula pada hari yang kesembilannya.” Abdullah ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Namun sebelum datang tahun berikutnya, Rasulullah sudah wafat.” (HR. Muslim)

Hadirin rahimakumullah,

Dari hadits-hadits tersebut, dapat kita pahami bahwa kaum muslimin disunnahkan untuk berpuasa pada hari yang kesembilan dan kesepuluh pada bulan Muharram, hari yang dikenal dengan Tasu’a dan ‘Asyura. Bahkan sebagian ulama menyebutkan disyariatkannya pula untuk berpuasa pada hari setelahnya yaitu hari yang kesebelas, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashara. Wallahu a’lam bish-shawab.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk melakukan puasa pada hari tersebut, dan mudah-mudahan kita mendapatkan keutamaan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ, وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ في كُلِّ مَكانٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِماتِ, وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .عِبَادَ اللهِ … إِنَّ اللهَ يَأمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسَانِ وإيْتَاءِ ذِي القُرْبى ويَنْهى عَن الْفَحْشَاءِ والْمُنْكَرِ والْبَغِي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ واشْكُرُوْه عَلىَ النِّعَمِ يَزِدْكُمْ، ولَذِكْرُ اللهِ أكْبَرُ واللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=582

8 comments to Keutamaan Hari ‘Asyura

Leave a Reply to Wulan R. Mardhatillah Cancel reply

You can use these HTML tags

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>