Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
Tanya:
Bagaimana menurut pandangan syariah tentang bayi tabung?
Arif Joko Wuryanto
Jawab:
Alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bayi tabung merupakan produk kemajuan teknologi kedokteran yang demikian canggih yang ditemukan oleh pakar kedokteran Barat yang notabene mereka adalah kaum kuffar (orang kafir). Bayi tabung adalah proses pembuahan sperma dengan ovum, dipertemukan di luar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara khusus. Setelah terjadi pembuahan lalu menjadi zygot, kemudian dimasukkan ke dalam rahim sampai dilahirkan. Jadi prosesnya tanpa melalui jima’ (hubungan suami istri).
Pertanyaan ini telah ditanyakan kepada salah seorang imam abad ini, yaitu Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu. Maka beliau menjawab:
“Tidak boleh, karena proses pengambilan mani (sel telur wanita) tersebut berkonsekuensi minimalnya sang dokter (laki-laki) akan melihat aurat wanita lain. Dan melihat aurat wanita lain (bukan istri sendiri) hukumnya adalah haram menurut pandangan syariat, sehingga tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.
Sementara tidak terbayangkan sama sekali keadaan darurat yang mengharuskan seorang lelaki memindahkan maninya ke istrinya dengan cara yang haram ini. Bahkan terkadang berkonsekuensi sang dokter melihat aurat suami wanita tersebut, dan ini pun tidak boleh.
Lebih dari itu, menempuh cara ini merupakan sikap taklid terhadap peradaban orang-orang Barat (kaum kuffar) dalam perkara yang mereka minati atau (sebaliknya) mereka hindari.
Seseorang yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan dikarenakan tidak diberi rizki oleh Allah berupa anak dengan cara alami (yang dianjurkan syariat), berarti dia tidak ridha dengan takdir dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya.
Jikalau saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing kaum muslimin untuk mencari rizki berupa usaha dan harta dengan cara yang halal, maka lebih-lebih lagi tentunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai dengan syariat (halal) dalam mendapatkan anak.” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah hal. 288)
Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=469
Saya sudah menikah selama 13 thn dan Allah belum memberikan anak kepada kami. Tadinya saya tergoda untuk mengikuti program bayi tabung karena salah seorang teman saya sudah berhasil. Tapi Alhamdulillah, jelaslah kini bagi saya untuk tetap bersabar menerima qadha dari Allah Taala. Saya mohon didoakan agar Allah memberikan saya anak yang shalih. Jazakumullah khairan katsira.
Waiyyakum. Insya Allah Ta’ala, Ukhti fillah.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” [ Q.S. Ath-Thalaaq ayat : 2 dan 3 ]
Wa iyyâkum, in syâ’ Allâh, wa bârakallâhu fîkum.
Semoga Allâh senantiasa memberikan kesabaran kepada antum dalam menerima Qadhâ dari-Nya dan untuk tetap istiqamah. Âmîn.
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allâh) dengan sabar dan (mengerjakan) shalât, sesungguhnya Allâh beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah 2:153)
Do`â Nabi Zakariya `alayhissalâm kepada Allâh Tabâraka wa Ta`âlâ untuk mendapatkan keturunan yang shâlih:
“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar Do`â.” (Âli `Imrân 3:38)
Kemudian di sûrah yang lain, beliau `alayhissalâm juga berdo`â:
“Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.” (Al-Anbiyâ’ 21:89)
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kâfir di antara mereka.” (Al-Insân 76:24)
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allâh niscaya Allâh menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Al-Thalâq 65:4)
Ukhtî fillâh, tafadhdhal gabung juga dengan milis akhawât in syâ’ Allâh.
Ummu Muhammad
Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuh.
Saya ingin bertanya tentang hukum inseminasi (memasukkan sperma suami ke dalam sel telur istri, tetapi melalui suntikan). mohon penjelasannya…
jazakumullohu khairon.