Penulis : Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran
Bak taburan mutiara, riwayat-riwayat hadits menghiasi kehidupannya. Barangkali, seseorang yang membuka halaman demi halaman kitab-kitab hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menemukan nama seorang wanita yang mulia, Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyyah.
Namanya Nusaibah bintu Al-Harits. Dia lebih dikenal dengan kunyahnya, Ummu ‘Athiyyah. Dia salah seorang wanita Anshar yang masuk Islam dan berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang bersama kaum muslimin menghadapi kaum musyrikin, Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha turut pula terjun dalam medan pertempuran. Tujuh peperangan dia ikuti bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya Perang Khaibar. Dalam peperangan, dia membuat makanan bagi pasukan, mengobati yang terluka, dan merawat yang sakit.
Dia pula yang memandikan jenazah Zainab, putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu ‘Athiyyah menceritakan kejadian waktu itu, “Salah seorang putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam1 meninggal. Beliau pun menyuruh kami untuk memandikannya. “Mandikanlah dia dengan basuhan ganjil, tiga, lima, atau lebih dari itu kalau kalian pandang perlu. Mandikan jenazahnya dengan air dicampur daun bidara, dan basuhan yang terakhir dicampur dengan sedikit kapur barus. Kalau sudah selesai, beritahu aku,” kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika kami selesai memandikan, kami memberitahu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau memberikan sarungnya pada kami. “Pakaikanlah sarung ini padanya,” kata beliau. Setelah itu, kami menjalin rambut Zainab menjadi tiga jalinan, di sisi kanan dan kiri serta di ubun-ubunnya. Lalu kami letakkan jalinan rambut itu di belakang punggungnya.”
Kisah ini memberikan pelajaran besar bagi kaum muslimin tentang tata cara memandikan jenazah. Banyak sahabat dan ulama tabi’in yang mengambil faedah dari kisah ini.
Ummu ‘Athiyyah pula yang meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau memerintahkan agar para wanita yang sedang haid turut keluar pada hari raya menuju lapangan tempat ditunaikannya shalat ‘Id bersama seluruh kaum muslimin. Juga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para wanita sering mengikuti jenazah. Namanya pun tercantum dalam kitab-kitab hadits.
Tak hanya ini ilmu yang diambil oleh Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha. Bahkan selain mengambil ilmu langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummu ‘Athiyyah meriwayatkan pula dari ‘Umar ibnul Khaththab. Ilmunya pun diwarisi oleh orang-orang setelahnya, di antaranya Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Muhammad bin Sirin, Hafshah bintu Sirin, dan masih banyak lagi.
Kehidupan Ummu ‘Athiyyah bertabur ilmu dari cahaya nubuwwah. Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyyah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Sumber Bacaan:
*Al-Ishabah, Al-Hafizh Ibnu Hajar (8/437-438)
*Ath-Thabaqatul Kubra, Al-Imam Ibnu Sa’d (10/422-423)
*Siyar A’lamin Nubala`, Al-Imam Adz-Dzahabi (2/318)
*Tahdzibul Kamal, Al-Imam Al-Mizzi (35/315-316)
Catatan kaki:
1 Yaitu Zainab bintu Rasulillah radhiyallahu ‘anha sebagaimana disebutkan dalam lafadz yang lain.
Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=692
Recent Comments