Arsip Materi

Radio Dakwah Online

Makna “Iyyaaka Na’budu Waiyyaaka Nasta’in”

Oleh: Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

”KepadaMu kami beribadah dan kepadaMu kami memohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 5)

Maksudnya, kami mengkhususkan kepada diri-Mu dalan beribadah, berdo’a dan memohon pertolongan.

1. Para `ulama dan fakar dibidang bahasa `arab mengatakan, didahulukannya maf`uul bih (objek ) إِيَّاكَ atas fi’il (kata kerja)نَعْبُدُ وََ نَسْتَعِينُ dimaksudkan agar `ibadah dan memohon pertolongan dikhususkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak kepada selain-Nya. Ayat al Quraan ini dibaca berulang-ulang oleh setiap muslim, baik dalam sholat fardhu maupun sholat nawaafil.

2. Ayat ini merupakan ikhtisar dan intisari surat al Fatihah, yang merupakan ikhtisar dan intisari al Quraan secara keseluruhan, mulai awal surat ini sampai akhir selalu didalam al Quraan menganjurkan kita untuk ber`ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, isi al Quraan adalah `ibadah, perintah dan larangan. Perintah yang paling utama adalah mentauhidkan-Nya, artinya meng-Esakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ber`ibadah, yang ia merupakan kandungan إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.

3. Maka `ibadah yang dimaksud oleh ayat ini adalah `ibadah dalam arti yang luas; sebagaimana telah dijelaskan oleh as Syaikh al Islam Ibnu Taimiyyah: “al `Ibaadah adalah penamaan yang sangat luas bagi setiap apapun yang dicintai oleh Allah Ta`aala dan diridhoi-Nya dari bentuk perkataan perkataan dan perbuatan-perbuatan yang nampak dan yang tidak nampak.” [1] Misalnya: sholat, puasa, zakat, haji, nadzar, nusuk (menyemblih), tawakkal dan lain lainnya dari jenis `ibadat. Sebagaimana Allah Tabaaraka wa Ta`aala:

((قل إن صلاتي ونسكي ومحياى ومماتي لله رب العالمين)). الأنعام (162).

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, nusuk (sembelihan) saya, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabbil `Aalamiin.” (QS. Al An`aam: 162)

As Syaikh `Abdur Rahman as Sa`diy berkata:

((قل إن صلاتي ونسكي)).

Maksudnya: “Kemudian Allah Tabaaraka wa Ta`aala mengkhususkan `ibadat `ibadat yang mulia; “sholatku dan sembelihanku”, yang demikian itu dikarenakan sangat mulianya dua macam `ibadat ini dan keutamaannya, dan merupakan dalil atas kecintaan kepada Allah `Azza wa Jalla, dan meng-ikhlashkan per`ibadatan kepada-Nya saja, pendekatan diri kepada-Nya dengan hati dan lisan, anggota badan, menyembelih hewan yang merupakan bentuk pengorbanan sesuatu yang sangat dicintai oleh jiwa, dari bentuk harta benda terhadap yang lebih dicintai oleh jiwa tersebut, yaitu Allah Ta`aala.

Dan barang siapa yang meng-ikhlashkan sholatnya dan sembelihannya, melazimkan juga baginya untuk meng-ikhlashkan seluruh jenis `ibadat dalam bentuk `amalan dan perkataannya.

((ومحياى ومماتي)).

“Kehidupanku dan kematianku”, apa-apa yang saya datangi Dia dalam kehidupan saya, dan apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepada saya, dan apa-apa yang sudah ditaqdirkan-Nya Jalla wa `Alaa atas saya pada kematian saya. Yang keseluruhan ini semata mata hanya untuk Allahu Rabbal `Alamiin.” [2]

Demikian juga juga berdo’a, kesemua bentuk `ibadah tersebut haruslah kita kembalikan tata caranya seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ditujukan hanya semata-mata kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.

Sebagaimana Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“الدّعاء هوالعبادة.”

Artinya: “ad Do’a adalah` ibadah.” [3]

Sebagaimana sholat adalah `ibadah yang tidak boleh diperuntukan kepada Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam atau wali, demikian pula halnya dengan do’a, ia adalah `ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قل إنما أدعو ربي ولا أشرك به أحدا

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya aku hanya ber`ibadah kepada Robb ku dan aku tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (QS. Al-Jin: 20)

As Syaikh `Abdur Rahman as Sa`diy berkata dalam menafsirkan ayat ini: “Katakan kepada mereka wahai Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam, kamu jelaskan kepada mereka haqiqat da`wah kamu kepadanya:

((إنما أدعو ربي ولا أشرك به أحدا)).

Maksudnya: “Hanyasanya saya mentauhidkanNya/ber`ibadah kepada-Nya, Dialah satu satunya yang paling berhaq untuk di`ibadati, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya akan meninggalkan apapun selain dari Dia, dari bentuk tandingan dan berhala, dan seluruh apapun yang dijadikan oleh kaum musyrikiin sebagai ma`buud mereka.” [4]

4. Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda:

“دعوة ذي النون إذ دعا بها وهو في بطن الحوت: لاإله إلاّ أنت سبحانك إّنِي كنت من الظالمين.” لم يدع بها رجل مسلم في شيْء قط إلاّ اسجاب الله له.”

Artinya: ”Do’a yang dibaca oleh Nabi Dzin Nun (Nabi Yuunus) ketika berada didalam perut ikan adalah, tidak ada Ilaaha (ma`buuda)-yang berhak di` ibadahi- selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang orang yang zholim.” Tidaklah seorang muslim berdo’a dengannya untuk meminta sesuatu apapun, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengambulkan baginya.” [5]

Memohon Pertolongan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda:

إذاسألت فاسأل الله وإذااستعنت فاستعن با الله.””

Artinya: “Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah kepada Allah.” [6]

Yang dimaksud dengan meminta disini adalah berdo`a, sebab ad do`a adalah `ibadat, Allah Tabaaraka wa Ta`aala berkata:

((واسألوا الله من فضله)). النساء (32).

Artinya: “……, dan mohonlah kepada Allah sebahagian dari karunia-Nya.” (QS. An Nisaa`: 32)

Allah `Azza wa Jalla telah mengelompokkan orang yang tidak berdo`a kepada-Nya sebagai orang orang sombong, sebagaimana firmanNya:

(وقال ربكم ادعوني استجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين)

 

Artinya: “Allah Subhaana wa Ta`aala berkata: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang orang yang menyombongkan diri dari ber`ibadat (berdo`a) kepadaKu akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu`min: 60)

Maka diwajibkan bagi setiap muslim jangan sekali-kali dia memohon/bertawajjuh kepada selain Allah `Azza wa Jalla dalam permasalahan yang sama sekali tidak akan mampu dia untuk mengabulkannya kecuali Allah Ta`aala, barang siapa terjerumus dengan perbuatan demikian sungguh sungguh dia telah terjatuh dalam kesyirikan yang Allah Jalla wa `Alaa telah melarang hamba-hamba-Nya dari demikian. Allah Ta`aala berkata:

((ومن أضل ممن يدعو من دون الله من لا يستجيب له إلى يوم القيامة)). الأحقاف (5).

Artinya: “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang ber`ibadat (berdo`a) selain kepada Allah yang tidak dapat sama sekali mengabulkan do`anya sampai hari kiamat….. (QS. Al Ahqaaf: 5)

Berkata al Imam Ibnu Rajab rahimahullahu Ta`aala: “Dan ketahuilah bahwa meminta kepada Allah-`Azza wa Jalla– bukan kepada makhluq-Nya adalah sesuatu yang sudah ditentukan, karena permintaan (permohonan) padanya menampakan bentuk kehinaan bagi si peminta, ketenangan dan hajat serta pengharapan yang sangat, dan padanya terdapat pengakuan dengan sangat mampunya yang diminta (Allah Subhaana wa Ta`aala) untuk menghilangkan mudharat dan memberikan apa yang diminta kepada-Nya, kemudian mendatangkan segala bentuk manfa`at dan menolak segala bentuk mudharat, dan tidak pantas merendahkan diri dan pengharapan kecuali hanya semata-mata kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja karena yang dimikian itu merupakan haqiqat dari `ibadat.” [7]

Berkata al imam an Nawaawiy dan al Haitsamiy ketika memberikan penjelasan terhadap makna hadist ini secara ringkas: “Jika engkau memohon pertolongan atas sesuatu urusan; baik urusan dunia maupun akhirat, maka mohonlah pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, apalagi dalam urusan-urusan yang tidak seorang pun mampu atasnya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti menyembuhkan penyakit, memberi rizqi dan petunjuk, hal seperti ini merupakan perkara khusus hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.” [8]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وإن يمسسك الله بضر فلا كاشف له إلا ير

Artinya: “Jika Allah menimpakan suatu kemudhoratan kepadamu maka tidak ada yang dapat menghilangkan melainkan Dia sendiri.” (QS. Al-An’am: 17)

Barang siapa menginginkan hujjah (argumentasi/dalil) maka cukup baginya al Quraan, dan juga as Sunnah di atas pemahaman “as Salaf.” Jangan seperti orang orang ingkarus Sunnah;- mereka mengingkari Sunnah (hadist-hadist) Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam sebagai sumber hukum yang di dunia mereka mereka ini dikenal sebagai “al Quraaniyuun.”

Barang siapa menginginkan penolong cukup bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barang siapa menginginkan penasehat cukup baginya kematian sebagai penasehatnya, barang siapa merasa belum mencukupinya yang demikian maka cukuplah neraka baginya, na`uudzubillahi minannaar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أليس الله بكاف عبده

Artinya: “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar: 36)

As Syaikh `Abdul Qodir Jailani-beliau adalah seorang imam ahlis Sunnah wal Jamaa`ah, akan tetapi banyak tareqat-tareqat “shufiyah” mengklaim bahwa dia adalah imam tareqat `Abdul Qaadir al Jailaaniy (tareqot Qaadiriyyah) “shufiyah.” Bahkan sebahagian dari mereka menjadilkan sebagai wasilah (perantara) ketika berdo’a kepada Allah Tabaaraka wa Ta`aala, dan sebagai penolong untuk menyampaikan hajat mereka kepada-Nya. Alangkah dustanya seluruh ajaran tarekat “shufiyah” tersebut, dan alangkah jauhnya mereka dari kebenaran.

 

Beliau berkata di dalam al Fathur Robbaaniy: “Mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan meminta kepada selainNya, mohonlah pertolongan daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah memohon pertolongan kepada selain-Nya, celakalah kamu, dimana kamu letakan mukamu kelak (ketika menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala diakhirat)?, jika kamu menentang-Nya di dunia, berpaling daripada-Nya, menghadap (meminta dan ber`ibadat) kepada makhluk serta menyekutukan-Nya, engkau keluhkan kebutuhan-kebutuhan kalian kepada selain-Nya, engkau bertawakkal (mengantungkan diri) kepada makhluq-makhluq tersebut.

Singkirkanlah perantara-perantara antara dirimu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena ketergantungan kepada perantara-perantara itu suatu kebodohan yang sangat nyata. Tidak ada kerajaan, kekuasaan, kekayaan dan kemulian kecuali milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadilah dirimu orang yang selalu bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan bersama makhluq, maksud bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan selalu berdo’a dan ber`ibadat kepada-Nya saja tanpa melalui perantara.

Memohon pertolongan yang disyari`atkan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan hanya meminta kepada Dia saja. Sebab Dia yang Maha Mampu melepaskan dari berbagai kesulitan yang engkau hadapi. Adapun memohon pertolongan yang termasuk syirik adalah dengan meminta kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, misalnya kepada para Nabi `Alaihimus Salaam dan wali-wali yang dikeramatkan, yang telah meninggal atau mendatangi quburan para kiyai atau tuan guru, atau kepada orang yang masih hidup tetapi mereka tidak hadir, mereka itu tidak memiliki manfa`at atau mudhorat, tidak mendengar do’a, dan kalaupun mendengar tentu tak akan mampu mengabulkan permohonan kita. Demikianlah seperti dikisahkan dalam al Quraan tentang mereka.

Adapun meminta pertolongan kepada orang hidup untuk melakukan sesuatu yang mereka mampu padanya; seperti membangun masjid, mencarikan kebutuhan yang dibutuhkan atau lain sebagainya, maka hal itu dibolehkan berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

وتعاونوا على البر والتقوى

Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.“ (QS. Al-Maaidah: 2)

Dan sabda Rasullulah Shollallahu `alaihi wa Sallam:

“و الله في عون العبد ماكان العبد في عون أخيه.”

Artinya: “Allah akan memberikan pertolongan kepada hamba, selama hamba itu memberikan pertolongan kepada saudaranya.” [9]

Di antara contoh meminta pertolongan kepada orang hidup yang dibolehkan adalah seperti dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

فاستغاثه الذي من شيعته على الذي من عدوه

Artinya: “Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang dari musuhnya.” (QS. Al-Qoshash: 15)

Juga Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata tentang Dzulqornain:

فأعينوني بقوة

Artinya: “Maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat)…” (QS. Al Kahfi: 95)

Berkatan as Syaikh `Abdurrahman as Sa`diy rahimahullahu Ta`aala ketika menafsirkan ayat yang mulia ini : “…, dan sesungguhnya saya meminta kalian untuk menolong saya dengan kekuatan dari kalian dan dengan tangan-tangan kalian.” [10]

Sumber bacaan “Minhajul firqatun Naajiyah”, karya as Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainu. (hal. 25-27).

————————————–

[1] Lihat kitab: “al `Ubuudiyyah”, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal.23, tahqiiq as Syaikh `Ali Hasan al Halabiy al Atsariy.

[2] Lihat: “Taisiirul Kariimir Rahman fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan”, hal 245, karya as Syaikh `Abdur Rahmaan as Sa`diy.

 

[3] Hadist diriwayatkan oleh: at Tirmidziy (5/194 no.2969), Ibnu Maajah (2/1258 no.3828), Ahmad (4/267,271,276) dari jalan an Nu`maan ibnu Basyiir radhiallahu `anhu.

[4] Lihat: “Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” hal.825, karya as Syaikh `Abdur Rahmaan as Sa`diy.

[5] Hadist ini dikeluarkan dan dishohihkan oleh: al Haakim di “al Mustdrak” (3/637-638 no.4121), dan disepakati oleh al Imam ad Dzahabiy. Berkata al Haakim: “Ini hadist shohihul Isnaad dan tidak dikeluarkan oleh al Bukhaariy dan Muslim.

[6] Hadist ini dikeluarkan oleh: al Imam at Tirmidziy (4/575-576 no.2516). Berkata at Tirmidziy: “Hadist ini hasan shohih,” Ahmad di “al Musnad” (1/293), al Haakim di “al Mustadrak” (3/623 no.6303), al Albaaniy di “Shohiihul Jaamius Shoghiir” (2/1317-1318 no.7957, keseluruhannya dari jalan Ibnu `Abbaas radhiallahu `anhuma.

[7] Lihat “Iiqaazhul Himamil Muntaqaa min Jaami`il `uluumi wal Hikam”, hal.292, karya al Imam Ibnu Rajab al Hanbaliy.

[8] Lihat “Qawaa`id wa Fawaaid minal Arbi`iinan Nawawiyyah”, hal.172, karya Naazhim Muhammad Sulthon.

[9] Hadist ini dikeluarkan oleh al Imam Muslim (4/2074 no.2699), Abu Daawud (5/234-235 no.4946), at Tirmidziy (4/287-288 no.1930. 5/179 no.2945), Ibnu Maajah (1/82 no.225), Ahmad di “al Musnad” (2/252,296) keseluruhannya dari jalan Abu Hurairah radhiallahu `anhu.

[10] Lihat: “Taisiirul Kariimirrahmaan fi Tafsiir Kalaamil Mannaan”, as Syaikh `Abdurrahman as Sa`diy, cetakan Muassasah ar Risaalah.

Sumber: Buletin Jum’at Ta’zhim As-Sunnah Edisi IV Jumadi Awal 1428 H, http://tazhim-assunnah.co.cc

Comments are closed.