(Sumber: An-Nashihat li Thalibil ‘Ilmi wa Thalabathil ‘Ilmi wa Ad-Daa’i ilallah, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Washaabi Al-Abdali –hafizhahullah, Majalah AKHWAT Shalihah Ed.19)
Allah berfirman -artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3)
Saling berwasiat dengan kebenaran merupakan perkara yang Allah wajibkan atas Kaum muslimin. Wasiat-wasiat semacam ini dibutuhkan oleh semua Kaum muslimin, terlebih lagi para penuntut ilmu dan para dai. Wasiat-wasiat tersebut antara lain:
1. IKHLAS
Mengikhlaskan niat dan amal hanya untuk mencari ridha Allah semata. Inilah yang paling dibutuhkan oleh kita semua. Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5)
Allah juga telah berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْ لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (Al-Kahfi: 110)
Rasulullah telah bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu akan memperoleh apa yang ia niatkan, maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka ia akan memperoleh balasan sebagaimana hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya dengan niatan mencari dunia ia akan memperolehnya, atau mencari wanita untuk ia nikahi maka balasan hijrahnya itu tergantung pada apa yang ia niatkan dalam hijrahnya tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih dari Umar)
Dari hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ. فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ
“Sesungguhnya orang yang paling pertama diadili pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Ia dibawa menghadap lalu ditampakkan kepadanya nikmat-nikmat yang telah Allah berikan. Orang itu pun mengenali nikmat-nikmat tersebut. Allah berkata, “Apa yang telah Anda perbuat dengan nikmat-nikmat tersebut?” Laki-laki itu menjawab, “Aku telah berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berkata, “Kamu telah berdusta. Kamu berperang hanya agar dikatakan sebagai orang yang pemberani. Dan kamu sudah disebut seperti itu. Lalu diperintahkan agar orang itu diseret mukanya kemudian dilemparkan ke neraka. Setelah itu seorang laki-laki yang mempelajari dan mengajarkan ilmu serta membacakan al-Quran. Ia pun dibawa menghadap. Lalu diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat yang telah Allah berikan sehingga ia mengenali nikmat-nikmat tersebut. Kemudian Allah bertanya, “Apa yang telah Anda perbuat dengan nikmat-nikmat tersebut?” Ia menjawab, “Aku telah mempelajari dan mengajarkan ilmu serta membacakan al-Quran demi mengharap ridha-Mu.” Allah berkata, “Anda telah berdusta. Anda mempelajari ilmu hanya agar dikatakan sebagai orang yang berilmu. Dan Anda membacakan al-Quran hanya agar dikatakan sebagai seorang qari`. Dan Anda sudah disebut seperti itu. Lalu diperintahkan agar orang itu diseret wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang laki-laki yang telah Allah lapangkan rezekinya, dan telah Allah berikan kepadanya berbagai macam harta. Orang itupun dibawa menghadap. Lalu diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat yang telah Allah berikan, sehingga ia pun mengenali nikmat-nikmat tersebut. Kemudian Allah berkata, “Apa yang telah Anda perbuat dengan nikmat-nikmat itu?” Ia berkata, “Aku tak pernah meninggalkan satu saluran sedekah pun yang Anda sukai melainkan aku sedekahkan hartaku di saluran tersebut.” Allah berkata, “Anda berdusta. Anda melakukan hal itu hanya agar dikatakan sebagai orang yang dermawan. Dan Anda sudah disebut seperti itu.” Lalu diperintahkan agar orang itu diseret wajahnya kemudian dilemparkan ke dalam neraka.”
Seorang pelajar yang menuntut ilmu bukan karena hendak meraih keridhaan Allah termasuk dalam cakupan hadits ini. Orang yang pertama kali diadili, kemudian diseret mukanya dan dilemparkan ke dalam neraka adalah orang yang tidak ikhlas. Ia melakukan amal saleh hanya secara zhahir. Dan mengerjakan sesuatu yang zhahir itu mudah. Sedangkan mengikhlaskan pekerjaan tersebut hanya untuk Allah bukanlah hal yang gampang. Orang-orang yang tidak ikhlas itu akan dimasukkan ke neraka pertama kali dengan wajah terseret. Wal ‘iyaadzu billah. Maka hendaklah kita mengikhlaskan ibadah hanya karena Allah.
Jika Anda ingin Allah mengangkat derajat Anda di dunia dan akhirat, maka ikhlaskanlah niat dalam mencari ilmu. Imam Bukhari memulai kitabnya Al-Jaami’us Shahiih dengan pembahasan tentang awal mula turunnya wahyu yang diawali dengan hadits:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung kepada niat. Dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan.”
Tujuannya adalah untuk mengingatkan para penuntut ilmu dan ulama agar mereka mengikhlaskan niat. Amalan yang tidak diikhlaskan untuk mencari keridhaan Allah tidak akan diterima. Hal yang sama juga dilakukan oleh Imam an-Nawawi di dalam kitab Riyaadhus Shaalihiin, Al-Adzkaar dan juga Al-Arba’iin An-Nawawiah. Demikian pula Imam Ibnu Qudaamah al-Maqdisi di dalam kitab ‘Umdatul Ahkaam. Kemudian Muhammad bin Saalim Al-Baihaani di dalam kitab Ishlaahul Mujtama’ dan masih banyak lainnya yang mengingatkan para penuntut ilmu agar mereka mengikhlaskan amal hanya untuk Allah. Allah berfirman di dalam sebuah hadits qudsi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah, ia mengatakan: “Rasulullah bersabda: “Allah berfirman:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِيْ غَيْرِيْ تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Aku sama sekali tidak membutuhkan seorang sekutu pun. Barangsiapa mengerjakan suatu amalan dan ia menyekutukan-Ku dengan yang lain, maka Aku tinggalkan ia dengan sekutunya itu.”
Maka berhati-hatilah Anda dari riya` dan dari sum’ah. Berniatlah dengan ikhlas karena Allah dalam setiap amalan. Jika niat Anda ikhlas, maka Allah memberi kabar gembira bahwa Dia menerima amal tersebut. Pahala yang Anda peroleh pun sangat besar. Jika Anda menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, namun disertai riya` dan sum’ah, maka Allah akan menjadikan amal tersebut laksana debu yang berterbangan. Allah telah berfirman -artinya:
“Dan kami datangkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan: 23)
Sedangkan jika Anda bersedekah dengan separuh kurma, namun dengan mengharapkan keridhaan Allah, maka Allah akan menjadikan sedekah tersebut semakin besar hingga ketika hari kiamat nanti ia menjadi sebesar gunung Uhud. Amal yang kecil namun disertai rasa ikhlas, pahalanya sangat besar di sisi Allah. Sedangkan amal yang besar namun tanpa disertai rasa ikhlas, tidak akan menghasilkan pahala sedikitpun. Justru ia akan menjadi seperti debu yang berterbangan. Ini adalah wasiat pertama bagi para penuntut ilmu, ulama, da’i dan seluruh Kaum muslimin. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita rasa ikhlas di dalam setiap ucapan dan perbuatan.
Leave a Reply