Penulis : Al Ustadz Zainul Arifin
Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata:
لاَ تَكُونُ عَالِمًا حَتَّى تَكُونَ مُتَعَلِّمًا، وَلاَ تَكُونُ بِالْعِلْمِ عَالِمًا حَتَّى تَكُونَ بِهِ عَامِلاً
“Engkau tidak akan menjadi seorang alim hingga engkau menjadi orang yang belajar. Dan engkau tidak dianggap alim tentang suatu ilmu, sampai engkau mengamalkannya.”
Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:
هَتَفَ الْعِلْمُ بِالْعَمَلِ فَإِنْ أَجَابَهُ وَإِلاَّ ارْتَحَلَ
“Ilmu membisikkan untuk diamalkan, kalau seseorang menyambut (maka ilmu itu akan bertahan bersama dirinya). Bila tidak demikian, maka ilmu itu akan pergi.”
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu berkata:
لاَ يَزَالُ الْعَالِمُ جَاهِلًا بِمَا عَلِمَ حَتَّى يَعْمَلَ بِهِ، فَإِذَا عَمِلَ بِهِ كَانَ عَالِمًا
“Seorang alim senantiasa dalam keadaan bodoh hingga dia mengamalkan ilmunya. Bila dia sudah mengamalkannya, barulah dia menjadi alim.”
(Diambil dari ‘Awa’iq Ath-Thalab, hal. 17-18)
Sumber: Asy Syariah Vol IV/No 45/1429 H/ 2008 M. Halaman 1. http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=739
Bismillah
assalamu’alaykum
‘afwan mau tanya,apakah ‘awa’iq ath-thalab dan hilyah tholabul ilmi itu sama?
Jazaakumulloh khoiron wa barokallohu fiikum