Arsip Materi

Radio Dakwah Online

Hukum Wanita Haid Membaca Al-Qur’ân

Oleh: Syaikh Shâlih Fauzân bin `Abdullâh Al-Fauzân

Syaikh Shâlih Fauzân bin `Abdullâh Al-Fauzân ditanya:

Apakah boleh seorang wanita yang sedang haid membaca Alqur’ân dengan hafalan, jika hal ini tidak boleh maka apakah berdosa jika mengajari Alqurân kepada anak-anaknya khususnya jika mereka berada di madrasah dalam keadaan haid?

Maka beliau menjawab:

Seorang wanita yang haid tidak boleh membaca Alqur’ân baik dengan memegang mushaf atau dengan hafalan karena dia sedang berhadats besar dan orang yang berhadats besar seperti wanita haid dan orang yang junub tidak boleh membaca Aqur’ân karena Nabi -Shallallâhu `alaihi wa sallam- tidak membaca Alqur’ân jika beliau sedang junub. Dan haid adalah hadats besar seperti junub yang mencegah seseorang membaca Alqur’ân.

Tetapi dalam keadaan takut lupa, yaitu jika wanita haid hafal beberapa surat Alqur’ân atau hafal Alqur’ân dan dia takut lupa jika tidak membaca, karena waktu haid itu lama sehingga Alqur’ân yang telah dihafalkan bisa lupa, maka tidak mengapa dia membaca Alqur’ân dalam keadaan ini, karena hal itu darurat, sebab kalau dia tidak membaca Alqur’ân maka dia akan lupa. Seperti itu juga seorang siswa, jika datang waktu ujian dalam materi Alqur’ân dan dia sedang haid kemudian masa haidnya lama sehingga tidak mungkin mengikuti ujian tersebut kecuali bila haidnya berhenti maka tidak mengapa dia membaca Alqur’ân untuk ujian. Sebab kalau dia tidak membacanya tentu ujiannya gagal dan dia tidak sukses dalam ujian Alqur’ân dan ini membahayakannya. Maka dalam keadaan ini juga, seorang siswi boleh membaca Alqur’ân untuk mengikuti ujian baik dengan hafalan dan dengan memegang mushaf, tetapi dengan syarat dia tidak menyentuhnya kecuali dengan penghalang (misalnya dengan memakai kaos tangan, pent).

Adapaun wanita haid membaca Alqur’ân karena untuk mengajar, maka hal ini tidak boleh karena bukan darurat. Wallâhu a`lam.

Sumber: فتاوى المرأة المسلمة كل ما يهم المرأة المسلمة في شؤون دينها ودنياها disusun oleh Abu Malik Muhammad bin Hamid bin Abdul Wahhab. Edisi Indonesia: Wanita Bertanya Ulama Menjawab (Kumpulan Fatwa tentang Wanita); hal. 118-119. Penerjemah: Abu Najiyah Muhaimin. Editor: Abu Muhammad Harits Abrar Thalib. Penerbit: An Najiyah Sukoharjo. Disalin untuk http://akhwat.web.id. Silakan copy dengan menyertakan url sumbernya.

36 comments to Hukum Wanita Haid Membaca Al-Qur’ân

  • wahyu ajiningsih

    jazakillahu khair…

  • Ramadhan

    Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘anhuma pernah membaca Al Qur an ketika sedang junub.

    Syaikh Al-Albany bahkan menyebutkan berbagai riwayat yang lemah (hadits dha’if) seputar pelarangan membaca Al Qur’an bagi orang yang berhadats.

    Imam Ibnul Qayyim juga menjelaskan tafsir Al-Muthohharuun dalam Surah Al-Waqi’ah tsb adalah bukan makna lafziyahnya.

    Pembahasan ini pernah terbit di Majalah As Syariah. Saya masih ingat isinya secara umum. Tulisan dari Ummu Zulfa Husain Al-Atsariyah.

  • Bismillâh,

    Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para `ulamâ’ tentang perkara ini. Silakan baca lebih lanjut di Hukum dan Masail Haid, Wanita Haidh dan Nifas Menyentuh dan Membaca Al-Qur’ân, dan Janabah.

    Jazâkumullâhu khayran wa bârakallâhu fîkum.

  • desi

    bismillah
    saya mau  tanya apakah hukum wanita membaca al-Qur’an di depan laki-laki?.
    saya tunggu jwabanyya .. syukron

  • pelajar baru

    hukun orang haid/junub membaca al-Quran
    Pertama : Apabila tidak ada satu pun dalil yang sah (shahih dan hasan) yang melarang perempuan haid, nifas dan orang yang junub membaca ayat-ayat Al-Qur’an, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal tentang perintah dan keutamaan membaca Al-Qur’an secara mutlak termasuk perempuan haid, nifas dan orang yang junub.
    Kedua : Hadits Aisyah ketika dia haid sewaktu menunaikan ibadah haji.
    “Artinya : Dari Aisyah, ia berkata : Kami keluar (menunaikan haji) bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dan) kami tidak menyebut kecuali haji. Maka ketika kami sampai di (satu tempat bernama) Sarif aku haid. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemuiku dan aku sedang menangis, lalu beliau bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Jawabku, “Aku ingin demi Allah kalau sekiranya aku tidak haji pada tahun ini?” Jawabku, “Ya” Beliau bersabda, “Sesungguhnya (haid) ini adalah sesuatu yang telah Allah tentukan untuk anak-anak perempuan Adam, oleh karena itu kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang haji selain engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah sampai engkau suci (dari haid)”
    Shahih riwayat Bukhari (no. 305) dan Muslim (4/30)
    Hadits yang mulia ini dijadikan dalil oleh para Ulama di antaranya amirul mu’minin fil hadits Al-Imam Al-Bukhari di kitab Shahih-nya bagian Kitabul Haid bab 7 dan Imam Ibnu Baththaal, Imam Ath-Thabari, Imam Ibnul Mundzir dan lain-lain bahwa perempuan haid, nifas dan orang yang junub boleh membaca Al-Qur’an dan tidak terlarang. Berdasarkan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah untuk mengerjakan apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang menunaikan ibadah haji selain thawaf dan tentunya juga terlarang shalat. Sedangkan yang selainnya boleh termasuk membaca Al-Qur’an. Karena kalau membaca Al-Qur’an terlarang bagi perempuan haid tentu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya kepada Aisyah. Sedangkan Aisyah saat itu sangat membutuhkan penjelasan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang boleh dan terlarang baginya. Menurut ushul “mengakhirkan keterangan dari waktu yang dibutuhkan tidak boleh.
    Ketiga : Hadits Aisyah.
    “Artinya : Dari Aisyah, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdzikir atas segala keadaannya” [Hadits shahih riwayat Muslim (1/194 dan lain-lain]
    Hadits yang mulia ini juga dijadikan hujjah oleh Al-Imam Al-Bukhari dan lain-lain imam tentang bolehnya orang yang junub dan perempuan haid atau nifas membaca Al-Qur’an. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdzikir kepada Allah atas segala keadaannya dan yang termasuk berdzikir ialah membaca Al-Qur’an. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikra [2] (Al-Qur’an) ini, dan sesungguhnya Kami jugalah yang akan (tetap) menjaganya” [Al-Hijr : 9]
    “Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikra (Al-Qur’an) supaya engkau jelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan agar supaya mereka berfikir” [An-Nahl : 44]
    Keempat : Surat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Heracleus yang di dalamnya berisi ayat Al-Qur’an sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan lain-lain. Hadits yang mulia inipun dijadikan dalil tentang bolehnya orang yang junub membaca Al-Qur’an. Karena sudah barang tentu orang-orang kafir tidak selamat dari janabah, meskipun demikian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis surat kepada mereka yang didalamnya terdapat firman Allah.
    Kelima : Ibnu Abbas mengatakan tidak mengapa bagi orang yang junub membaca Al-Qur’an (Shahih Bukhari Kitabul Haidh bab 7).
    Jika engkau berkata : Bukankah telah datang hadits bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membaca Al-Qur’an ketika janabah?
    Saya jawab : Hadits yang dimaksud tidak sah dari hadits Ali bin Abi Thalib dengan lafadz.
    “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari tempat buang air (wc), lalu beliau makan daging bersama kami, dan tidak ada yang menghalangi beliau sesuatupun juga dari (membaca) Al-Qur’an selain janabah:

    • upai2008

      Alhamdulillah..!!!
      tepat sgt2 tulisan anda.

    • mita

      Alhamdulillah,penjelasannya sesuai dg apa yg diajarkan oleh guru & ortu saya dulu,sempat bingung membaca & melihat hal yg berlawanan dg penjelasan diatas,terimakasih atas penjelasannya:)

    • averous gondez

      masyaallah pemaparan nya sangat memberi penjelasan dan lebih layak bagi kaum perempuan sehingga tidak ada halangan bagi mereka untuk senatiasa dekat dengan allah melalui fadilah membaca al-quran …. barakallahu

    • Ridho

      ini baru jawaban yang ilmiah berdasarkan hadits lengkap beserta perawinya

    • Eri

      Alhamdulillah. terima kasih atas penjelasannya. Khususnya di bulan Ramadhan saya suka merasa alangkah ruginya menjadi wanita. Sudah tidak bisa puasa, shalat, shalat tarawih. Kalau membaca quran pun juga dilarang, ibadah apa lagi yg bisa dilakukan selama periode haid? Sekali lagi terima kasih telah membuat wanita merasa berharga.

  • Bunyana

    Assalaamu’alaikum wr wb
    Saya mengambil artikel ini (copy) mohon di ijinkan. Jzakumullah…
    Wassalaamu’alaikum wr wb

  • khadra' fil islam

    salam..
    jadi bolehlah kita membaca ayat-ayat al-quran yang kita dah hafal jika dalam keadaan haid?kerana takut kita lupa ayat al-Quran tersebut..
    tapi perlukah kita niatkannya sebagai zikir?

    • abu ubaidillah

      Bismillahirrahmanirrahim. Hal itu diperbolehkan, sebagaimana penjelasan di atas dan fatwa Syaikh Shalih Al Fauzan sebelumnya. Tidak perlu meniatkannya untuk berdzikir.

  • masbachah

    bagaimana hukum seorang hafidhoh membaca al-quran ketika haid?

  • jamillah Nur Aini

    bagaimana dengan pendapat yg tidak membolehkan wanita haidh membaca alqur’an, apakah itu ada hadish nya juga??

    • abu ubaidillah

      Bismillahirrahmanirrahim.Jumhur ulama berpendapat tidak boleh bagi wanita haid untuk membaca Al Qur’an, akan tetapi boleh baginya untuk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengkiaskan (atau menyamakan) haid dengan junub, padahal sebenarnya tidak ada pula dalil yang melarang orang junub untuk membaca Al Qur’an.

  • alpia kamelia

    bagai mana dengan al-quran yang mempunyai terjemahan , bolehkah kita memegangnya dan membacanya….

  • bundh ardhan

    subhanalloh alhamdulillah,penjelasan secara rinci bolehnya membaca al quran dalam keadaan haid menambah kemantapan saya untuk tidak berhenti bertilawah. semoga kita menjadi orang yang dekat dengan Allah melalui surat – suratnya yang indah….wassalam

  • yulia yulfa

    bagaimana hukum x memegang al quran yang terjemah untuk menghafal saat haid?

    makasih……

  • rara

    ass,wr,wb

    saya mau tanya,
    di dalam handphone saya ada aplikasi AL QURAN terjemahan indonesia(cuma bahasa indonesia,tidak ada bahasa arabnya) yang tiap malam saya baca karena keingin tahuan akan maknanya dan tidak mungkin aplikasi ini saya hapus.
    1.ketika sedang haid,apa boleh saya membaca terjemahan ini?
    2.dan masih bolehkah saya memegang handphone saya?
    3.apa saya harus menghapus aplikasi ini ketika haid?

    terimakasih———————————————————————————-

  • i'ien

    assalamualaikum…
    seorang wanita yang haid, apakah diperbolehkan menghafalkan alquran?
    mohon penjelasannya lagi
    syukron.

  • anNisa

    alhamdulillah, trims utk pengetahuanny ..sy jdi lega bs ikut ujian al-Qur’an ..

  • ali

    Ass.wr.wb.
    apa hukumnya membawa hp yg ada aplikasi al quran ke kamar mandi.
    terima kasih
    wassalam

    • admin

      wa’alaykumsalam, insya Allah tidak mengapa jika sudah dimatikan softwarenya, karena itu tersimpan didalamnya dan tidak wujud sebagai mushaf (sebuah HP, bukan mushaf), kecuali jika tampilan Quran itu sedang dibuka di HP lalu masuk ke toilet. Hafalan Quran itu juga tersimpan di dada-dada manusia, tapi tidak dihukumi sebagaimana menempatkan mushaf di WC. Wallahu a’lam.

  • Wiryo

    Bismillah saya mau tanya bagaimana cara kita agar biza azan dengan suara yang merdu nyaring dan enak di dengar’?

  • Ridho

    Artikel

    Hukum Wanita Haid Atau Junub Membaca Alquran
    Dipublikasikan pada 14 April 2010
    Hits: 2808
    Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, yaitu :
    Pendapat pertama : Jumhur ulama berpendapat harom hukumnya membaca al-Qur’an, berdasarkan hadits:

    1. Hadits Ibnu Umar :

    لَا يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ

    Artinya : “(Tidak boleh) bagi seorang yang junub dan wanita haid, membaca Al-Qur’an sedikitpun”

    2. Hadits Ali yang diriwayatkan oleh semua pemilik kitab sunan, yaitu :

    أَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحْجُبُهُ عَنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ لَيْسَ الْجَنَابَةَ

    Artinya : “Sungguh tidak ada sesuatu apapun yang menghalangi Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam untuk membaca Al-Qur’an selain junub”

    3. Hadits Ali :

    رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ ثُمَّ قَرَأَ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ قَالَ هَذَا لِمَنْ لَيْسَ بِجُنُبٍ فَأَمَّا الْجُنُبُ فَلَا وَلَا آيَةَ

    Artinya : “Aku melihat Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berwudhu kemudian membaca Al-Qur’an, lalu berkata : beginilah bagi orang yang tidak junub. Adapun kalau junub maka tidak boleh membaca Al-Qur’an walaupun satu ayatpun “ HR Ahmad dan Abu Ya’la.

    4. Hadits Ali :

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ عَلَى كُلِّ حَالٍ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا

    Artinya : “Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam membaca Al-Qur’an dalam setiap keadaan kecuali junub. “ HR Tirmidzi

    Pendapat kedua : Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam satu riwayat, Dawud Dhohiri dan para pendukungnya, Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Al-Bukhori, Ibnu Jarir At-Thobari, Ibnul Mundzir dan An-Nakho’i berpendapat bolehnya membaca Al-Qur’an, berdasarkan dalil :

    1. Hukum asal tidak ada larangan untuk membaca Al-Qur’an, maka barang siapa yang melarang membaca, ia harus mendatangkan dalil (bukti).

    2. Hadits Aisyah :

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

    Artinya : “ Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berdzikir kepada Alloh tiap saat” (HR. Muslim)

    Dalam hadits ini secara dhohir menunjukkan bahwa beliau shollallohu alaihi wa sallam juga membaca Al-Qur’an ketika dalam keadaan junub, karena lafadz (عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ = tiap saat) mencakup juga pada waktu keadaan junub dan lafadz (يَذْكُرُ اللَّهَ = berdzikir kepada Alloh) mencakup juga membaca Al-Qur’an.

    3. Hadits Aisyah :

    خَرَجْنَا مَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَذْكُرُ إِلَّا الْحَجَّ فَلَمَّا جِئْنَا سَرِفَ حِضْتُ … فَقَالَ افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

    Artinya : “Kami keluar bersama Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam untuk menunaikan ibadah haji, maka ketika kami sampai di desa Sarof, aku (Aisyah) mengalami haid lalu beliau shollallohu alaihi wa sallam bersabda : Kerjakanlah sebagaimana yang dikerjakan oleh orang haji kecuali thowaf di Ka’bah sampai engkau suci.” HR.Bukhori

    Dan pendapat yang kedua inilah yang paling kuat. Apapun dalil-dalil yang dipakai oleh pengikut pendapat pertama, bisa dijawab sebagai berikut :

    1. Hadits point (1)

    Hadits tersebut dikeluarkan oleh At-Tirmidzi no 131 dan selainnya, yaitu dari jalan periwayatan Ismail bin Iyyas dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’. Tetapi jika Ismail bin Iyyas meriwayatkan dari selain ulama dari Syam, haditsnya dhoif. Sedang Musa bukan termasuk ulama dari Syam tetapi dari Hijaz. Oleh karena itulah Al-Baihaqi dalam kitab Al-Ma’rifah berkomentar : “ Ini adalah hadits yang hanya Ismail bin Iyyas saja yang meriwayatkan, sedang hadits yang diriwayatkan dari ulama negeri Hijaz adalah dhoif. Maka hadits tersebut tidak bisa dipakai hujjah/ dalil.

    Dan yang senada dengan perkataan Al-Baihaqi ini adalah pendapat Al-Bukhori dan Imam Ahmad, sebagaimana dalam kitab Tuhfadzul Ahwadzi. Ini adalah ‘illah (cacat) yang pertama, sedangkan ‘illah (cacat) yang kedua adalah :

    Berkata Abu Hatim dalam kitab “Illalnya : “ Aku mendengar bapakku dan dan ia menyebut Ismail bin Iyyas ini, lalu berkata : “Ismail bin Iyyas telah salah, karena hal itu tidak lain melainkan hanya perkataan Umar saja”

    2. Hadits point (2)

    Hadits ini juga dhoif, karena di jalan periwayatannya ada perowi yang bernama Abdulloh bin Salamah yang bersendirian dalam periwayatannya, sedangkan di akhir umurnya ia berubah (kacau hafalannya).

    Asy-Syu’bah berkata : “Kami mengetahui Abdulloh bin Salamah dan kami mengingkari dia.” Yaitu Abdulloh bin Salamah yang telah tua umurnya ketika berjumpa dengan Amr bin Murroh , sedangkan ia meriwayatkan hadits darinya (Amr bin Murroh).

    Al-Bukhori menceritakan bahwa Amr bin Murroh berkata : “Abdulloh bin Salamah meriwayatkan hadits dari kami, kami mengetahuinya dan kami mengingkarinya, lagi pula ia telah tua dan tidak ada yang mengikuti haditsnya.”

    3. Hadits point (3)

    Hadits tersebut dhoif, karena mempunyai dua cacat.

    Pertama dalam jalan periwayatannya ada Amir bin As-Simthi, yaitu dia majhul (tidak dikenal).

    Kedua : hadits tersebut mauquf.

    Ad-Daruquthni dan yang lainnya mengeluarkan hadits tersebut dari jalan periwayatan Abdul Ghorif dari Ali secara marfu’. Tetapi Abdul Ghorif orangnya majhul (tidak dikenal).

    4. Hadits yang point (4)

    Merupakan hadits yang hanya diriwayatkan oleh Abdulloh bin Salamah, sedangkan keadaan dia telah tersebut di atas.

    Hadits yang senada diriwayatkan oleh Jabir yang dikeluarkan oleh Ad Daruquthni secara marfu’. Tetapi dalam periwayatannya ada perowi yang bernama Muhammad bin Fadl yang matruk (ditinggalkan haditsnya).

    Dan juga secara mauquf tetapi dalam periwayatannya ada perowi yang bernama Yahya bin Abi Anisah yang pendusta,.

    Kesimpulannya hadits yang dipakai pendapat pertama semuanya dhoif (lemah). Sehingga gugurlah berdalil dengan hadits-hadits tersebut bahwa harom hukumnya membaca Al-Qur’an bagi orang yang junub dan haid. Oleh karena itu, wajib merujuk kembali pada hukum asal yaitu boleh membaca Al-Qur’an.

    Maka daripada itu Ibnu taimiyyah berkata : “ Tidak ada satu haditspun yang shohih yang menjelaskan haromnya membaca Al-Qur’an bagi orang yang junub atau haid, karena hadits “ Tidak boleh bagi seorang yang junub dan wanita haid membaca Al-Qur’an sedikitpun “, merupakan hadits dho’if (lemah) berdasarkan kesepakatan ulama-ulama yang mengetahui tentang hadits. Sungguh para wanita pada zaman Nabi shollallohu alaihi wa sallam juga mengalami haid, jadi seandainya membaca Al-Qur’an itu diharomkan kepada yang sedang haid sebagaimana sholat, tentu hal itu akan dijelaskan oleh Nabi shollallohu alaihi wa sallam kepada umatnya dan istri-istri beliaupun tentu akan mengetahuinya, serta yang demikian itu akan dinukil oleh para sahabat. Maka tatkala tidak ada seorangpun yang menukilkan dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam tentang larangan tersebut, tidak boleh menghukumi harom karena beliau shollallohu alaihi wa sallam tidak melarangnya. Apabila beliau tidak melarangnya sedang pada saat itu banyak wanita haid, maka kita ketahui bahwa hal itu tidak harom.”

    Namun yang demikian itu tidak terlepas dari afdol (utama) atau tidak. Dan yang paling utama adalah tidak membaca Al-Qur’an dalam keadaan junub atau haid, berdasarkan hadits :

    إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ أَوْ طَهَارَةٍ

    Artinya : “Sungguh aku tidak suka berdzikir kepada Alloh dalam keadaan tidak suci (dari hadats kecil maupun besar)”.

    Walaupun hadits ini kejadiannya dilatar belakangi dalam hal menjawab salam, tetapi Al-Qur’an lebih ditekankan lagi. Adanya hukum makruh tidak meniadakan hukum boleh, karena makruh adalah meninggalkan perkara yang afdol (utama) sebagaimana perkataan An-Nawawi.

    Maroji’ : Al-Muhalla I/no.116; Al-Ausath II/96; Nailul Author I/335-336; Irwaul Gholil I/160; Al-Majmu’ II/358; Tuhfadzul Ahwadzi I/342; Majmu’ Fatawa 21/36; Tamamul Minnah 117-119.

    ***

    Ditulis kembali dari Terjemah kitab Adz-Dzakhirotun Nafiisah Fii Ahkamil Ibadaat, Abul Harits Kholiiful Hadi

  • Anonymous

    apakah boleh jika wanita haid itu membaca al qur’an didalam hati saha

  • riska pratiwi

    tapi ada yang bilang kalau seorang wanita haid boleh membaca al qur’an asal kan ada terjemahannya

Leave a Reply to أم محمد الترناتية Cancel reply

You can use these HTML tags

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>